Lintas12.com – NU sambut perempuan ke puncak kepemimpinan.
Untuk pertama kalinya di hampir 100 tahun sejarahnya, perempuan berada di badan pembuat keputusan organisasi Islam terbesar di dunia.
Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di dunia, menyambut perempuan ke posisi kepemimpinan puncaknya untuk pertama kalinya sejak didirikan hampir 100 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
NU melantik lebih dari 150 anggota, termasuk 11 perempuan, sebagai pengurus pusat untuk masa jabatan lima tahun.
Di antara perempuan yang diangkat untuk peran paling senior pada bulan Februari adalah Alissa Wahid seperti dikutip dari Al Jazeera bahwa sementara perubahan itu “sudah waktunya dan tak terelakkan”, itu juga merupakan hasil dari proses dan diskusi berkelanjutan tentang peran perempuan dalam NU, yang memiliki jumlah 90 juta anggota.
Bergabung dengan Alissa yang berusia 48 tahun adalah incumbent Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Dalam peran baru mereka, kedua perempuan itu akan memiliki kesempatan memberi masukan dalam kebijakan gerakan.
“Saya sangat senang dengan perubahan ini,” kata Alissa, putri mendiang Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid, lebih dikenal sebagai Gus Dur, pemimpin NU selama 10 tahun sebelum beralih ke politik. “Selama ini NU lebih banyak memberi ruang bagi perempuan di ruang publik [dalam organisasi], tapi sekarang untuk pertama kalinya dalam sejarah, memberi ruang bagi perempuan di level kepemimpinan yang lebih tinggi.”
Pengangkatan tersebut merupakan indikasi bagaimana Sekjen NU Yahya Cholil Staquf yang terpilih Desember lalu, berencana memodernisasi organisasi yang berdiri sejak 1926 dan telah lama dipandang sebagai pejuang toleransi beragama di Nusantara.
Dalam pidatonya untuk menandai peluncuran bukunya ‘Perjuangan Besar NU’ menjelang pemilihannya, Yahya berpendapat bahwa NU harus bekerja sama dengan organisasi Islam lain dan kelompok agama yang berbeda untuk membentuk dunia yang lebih baik.
“Kita semua berada di kapal yang sama di bumi untuk mencari bentuk peradaban baru yang lebih baik bagi seluruh umat manusia,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran yang berkembang tentang meningkatnya konservatisme agama dan daya tarik kelompok garis keras di Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
Wasisto Raharjo Jati, seorang peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan bahwa kampanye NU untuk Islam yang moderat dan inklusif sangat penting untuk melawan wacana yang lebih garis keras.
“NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia perlu mengambil bagian dalam memberikan pandangan alternatif … dengan menghadirkan narasi Islam Indonesia yang moderat dan inklusif,” katanya.
“Tantangan NU ke depan adalah menjadi ‘rumah besar’ bagi umat Islam Indonesia yang saat ini masih terkotak-kotak. Yang penting orientasi keislaman Indonesia lebih membumi dan kontekstual ketimbang hanya berlandaskan Islam di Jazirah Arab.” sambungnya.
Perempuan di NU selalu memiliki peran penting dalam organisasi, memimpin sayap perempuan kuat NU, Muslimat (untuk perempuan) dan Fatayat (untuk perempuan muda), dan banyak gerakan sosial lainnya.
Badriyah Fayumi, tokoh Muslim perempuan yang diangkat menjadi A’wan, kelompok ulama yang membantu Majelis Tinggi NU, mengatakan masuknya perempuan dalam dewan pimpinan pusat adalah contoh semangat Islam moderat NU.
“Perempuan di dewan pimpinan pusat tidak hanya ada, Ada makna dan tujuan dalam keberadaan mereka.” Pungkasnya
Lintas 12 – Portal berita Indonesia tentang NU sambut perempuan ke puncak kepemimpinan.