Lintas12.com – UU TPKS di Indonesia, mengapa begitu penting?
Mengapa undang-undang kekerasan seksual di Indonesia begitu penting?
Dengan pukulan palu, RUU kekerasan seksual yang kontroversial di Indonesia telah disahkan oleh parlemen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketika legislator berdiri pada hari Selasa untuk memuji pengesahan RUU yang telah lama ditunggu-tunggu, Ketua DPR Puan Maharani tampak sangat tersentuh.
Undang-undang itu adalah “hadiah untuk semua wanita Indonesia,” katanya.
RUU yang dikenal dengan RUU TPKS ini sebenarnya sudah lama muncul.
Pertama kali diusulkan pada 2012, ia menghadapi tentangan keras dari kelompok konservatif yang memperdebatkan segala sesuatu mulai dari namanya hingga isi undang-undang itu sendiri, yang membutuhkan revisi berulang dalam upaya untuk memudahkan pengesahannya.
Elizabeth Ghozali, dosen hukum pidana di Universitas Katolik Santo Thomas di kota Medan, mengatakan bahwa RUU itu adalah bagian penting dari undang-undang yang akhirnya mengutamakan hak-hak korban.
“Sebelumnya, hukum Indonesia hanya fokus pada pemidanaan dalam kasus kekerasan seksual. Itu dilihat sebagai keseluruhan ruang lingkup undang-undang dan tanda bahwa itu telah melakukan tugasnya, ”katanya.
“Kita membutuhkan hukum progresif di Indonesia yang memikirkan para korban dan mengakomodir hak-hak mereka.”
Apa yang dicakup UU TPKS?
Undang-undang baru menetapkan sembilan jenis pelecehan seksual, termasuk pelecehan seksual fisik dan non-fisik, kontrasepsi paksa, sterilisasi paksa, pernikahan paksa, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan pelecehan seksual melalui sarana elektronik.
Ini memungkinkan hukuman penjara hingga 12 tahun untuk kejahatan pelecehan seksual fisik, 15 tahun untuk eksploitasi seksual, sembilan tahun untuk pernikahan paksa, termasuk pernikahan anak, dan empat tahun untuk mengedarkan konten seksual non-konsensual.
Yang terpenting, undang-undang juga mengakui pelecehan seksual baik di dalam maupun di luar pernikahan. KUHP Indonesia saat ini tidak mengakui pemerkosaan dalam perkawinan.
Undang-undang tersebut juga mengakui bentuk-bentuk pelecehan seksual lainnya seperti pemerkosaan, kecabulan, kekerasan seksual terhadap anak, pornografi, dan pelacuran paksa, meskipun ini juga termasuk dalam beberapa bagian KUHP Indonesia dan undang-undang khusus lainnya seperti Undang-Undang Perlindungan Anak Indonesia.
Undang-undang juga mengatur bahwa korban kekerasan seksual menerima restitusi dan diberikan konseling.
Menurut Usman Hamid, ketua Amnesty Indonesia, undang-undang tersebut merupakan “langkah maju yang telah lama ditunggu-tunggu untuk melindungi hak-hak korban kekerasan seksual di Indonesia”.
“Momen bersejarah ini hanya dapat dicapai berkat kegigihan dan kerja keras organisasi masyarakat sipil, khususnya kelompok hak-hak perempuan, serta para penyintas kekerasan seksual dan keluarganya, yang terus berupaya meningkatkan kesadaran tentang urgensi masalah ini selama hampir satu tahun. dekade,” katanya kepada Al Jazeera.
Apa yang tidak tercakup?
Undang-undang baru tidak mencakup pemerkosaan atau aborsi paksa, meskipun mengakui pemerkosaan sebagai bentuk pelecehan seksual.
Sementara beberapa kelompok mengkritik kelalaian ini, kedua kejahatan tersebut sudah tercakup dalam KUHP Indonesia.
Mengapa UU TPKS di Indonesia dianggap penting?
Menurut Tunggal Pawestri, seorang aktivis hak-hak perempuan Indonesia, undang-undang baru sangat dibutuhkan.
“Kami benar-benar kurang dalam hal dukungan untuk para korban,” katanya seperti dikutip dari laman Al Jazeera.
Salah satu perubahan mendasar dalam undang-undang baru ini adalah bagaimana pendekatan penyampaian bukti. Menurut hukum Indonesia, dua alat bukti (atau lebih) biasanya harus diajukan dalam kasus pidana, tetapi undang-undang baru mengizinkan satu alat bukti untuk diajukan selain kesaksian para korban.
Ada juga perubahan terkait jenis bukti yang bisa digunakan.
“Kami belum memiliki dukungan yang komprehensif untuk korban, seperti pengakuan dari psikolog sebagai bukti dan kami tidak mengakui pelecehan seksual non fisik, jadi undang-undang ini sangat penting untuk memberikan dukungan hukum, ekonomi dan psikologis kepada korban,” kata Pawestri.
“Ini juga akan mengubah cara penegak hukum kita memperlakukan korban kasus kekerasan seksual.”
Selain memungkinkan berbagai bukti baru untuk diajukan, seperti laporan psikologis dan medis, undang-undang baru menetapkan bahwa polisi Indonesia tidak diizinkan untuk menolak laporan pelecehan seksual dan berkewajiban untuk menyelidiki.
Keadilan restoratif, di mana penyelesaian finansial dapat dicapai untuk mencegah suatu kasus dibawa ke pengadilan, juga tidak lagi diperbolehkan dalam kasus kekerasan seksual.
Mengapa butuh 10 tahun untuk mengesahkannya?
“Partai Islam konservatif di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terutama Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memblokir undang-undang tersebut selama lebih dari lima tahun sejak pertama kali diperkenalkan,” kata Alexander Arifianto, seorang peneliti di Program Indonesia di Sekolah Studi Internasional S Rajaratnam di Singapura.
“Tetapi undang-undang tersebut didukung oleh partai-partai Islam moderat terutama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan organisasi konstituen utamanya, Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia.”
“Para tokoh perempuan senior NU seperti Yenny dan Alissa Wahid, keduanya putri mendiang Abdurrahman Wahid yang merupakan mantan pemimpin NU dan Presiden ke-4 Indonesia memberikan dukungan mereka untuk RUU TPKS yang menghidupkannya kembali.”
Salah satu alasan PKS menentang RUU tersebut adalah terkait rujukannya pada perbudakan seksual dan pelecehan seksual baik di dalam maupun di luar pernikahan, yang menurut partai tersebut dapat melanggar hukum Islam, yang menurut mereka mengamanatkan istri untuk patuh kepada suami dalam hubungan keluarga.
PKS juga keberatan dengan nama RUU yang semula RUU PKS dan harus diubah menjadi RUU TPKS untuk menghindari penyebutan parpol secara tidak sengaja.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual efektif segera setelah disahkan pada hari Selasa, meskipun orang-orang sekarang akan mengamati dengan cermat untuk melihat bagaimana penerapannya di seluruh nusantara, serta mendorong revisi lebih lanjut terhadap undang-undang yang ada.
“Sementara RUU itu merupakan undang-undang yang disambut baik, itu tidak sempurna,” kata Hamid dari Amnesty.
“Kami mendesak pemerintah dan DPR untuk memastikan pasal-pasal tentang pemerkosaan dalam RUU Revisi KUHP sejalan dengan RUU anti kekerasan seksual dan mengutamakan hak korban.”
Lintas 12 – Portal berita Indonesia tentang: UU TPKS di Indonesia, Mengapa begitu penting?