Lintas12.com – Penangkapan ‘orang kaya gila’ Indonesia menyoroti bahaya investasi.
Influencer Indonesia Indra Kesuma dan Doni Salmanan menjalani kehidupan yang hanya bisa diimpikan oleh kebanyakan orang.
Di Instagram-nya yang sekarang sudah dihapus, Kesuma yang berusia 25 tahun, alias Indra Kenz, secara teratur memposting foto dirinya berpose di sebelah mobil mewah dan jam tangan serta pakaian desainer olahraga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat tampil di acara TV, Crazy Rich Indonesia, pada bulan Januari, Kesuma, dari Medan di Sumatera Utara, menghibur penonton dengan cerita tentang membeli kaos seharga $30.000, sementara Salmanan, 23, yang berbasis di Bandung, menyombongkan diri untuk memberikan $100.000 ke toko gamer online hanya karena dia tidak punya hal yang lebih baik untuk dilakukan.
Kesuma dan Salmanan menghubungkan kekayaan mereka yang luar biasa dengan perdagangan yang sukses di Binomo dan Quotex, masing-masing, aplikasi perdagangan opsi biner yang memungkinkan pengguna untuk bertaruh pada kenaikan atau penurunan saham dalam batas waktu yang ketat untuk mendapatkan peluang memenangkan jumlah uang tetap.
Tapi sementara Kesuma dan Salmanan mengklaim telah membuat kekayaan mereka di aplikasi, lusinan lainnya mengatakan mereka kehilangan banyak uang dalam apa yang disebut otoritas Indonesia sebagai penipuan keuangan yang rumit.
Pada bulan Februari, hanya sebulan setelah membahas kekayaan buatannya sendiri di televisi nasional, Kesuma menukar kaus desainernya dengan jumpsuit oranye ketika dia ditangkap oleh polisi Indonesia. Polisi menangkap Salmanan pada bulan berikutnya.
Keduanya kini menghadapi tuduhan penipuan, perjudian online, pencucian uang, dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan menyebarkan apa yang disebut berita palsu. Pada konferensi pers pada bulan Maret, Kesuma dan Salmanan meminta maaf atas tindakan mereka, mengungkapkan harapan penangkapan mereka akan menjadi peringatan bagi calon investor lainnya.
Dikutip dari Al Jazeera, pengacara Kesuma tidak menanggapi permintaan komentar, dan upaya media ini untuk menghubungi perwakilan hukum Salmanan tidak berhasil.
“Kita perlu melihat lebih dari sekadar Indra Kenz dan kasus Binomo,” Adinova Fauri, seorang ekonom di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), mengatakan kepada Al Jazeera.
“Praktik platform perdagangan online ilegal di Indonesia terus meningkat, meski pemerintah terus berupaya memblokirnya.”
Menurut laporan polisi yang diajukan oleh tersangka korban, masalah dengan aplikasi dimulai segera setelah pengguna mendaftar menggunakan kode afiliasi yang disediakan oleh Kesuma dan Salmanan.
“Mekanisme ‘perdagangan’ yang digunakan Binomo jelas tidak masuk akal sejak awal,” kata Vinsensius Sitepu, seorang jurnalis keuangan dan investor swasta.
“Data bervariasi antar pengguna, rentang waktu untuk memilih apakah harga saham akan naik atau turun sangat singkat. Ada akun pengguna yang tiba-tiba tutup, dana tidak bisa ditarik, dan sebagainya,” kata Sitepu.
“Sistem Binomo sepertinya dirancang untuk membuat pengguna terus merugi.”
Pada konferensi pers bulan lalu, pihak berwenang mengumumkan bahwa mereka telah mengidentifikasi 118 tersangka korban sejauh ini yang secara kolektif telah kehilangan lebih dari 72 miliar rupiah ($5 juta).
Polisi juga menyita mobil mewah dan aset dari Salmanan dan Kesuma senilai sekitar $8,25 juta.
“Pada kenyataannya, Doni Salmanan tidak berdagang di situs web dan hanya afiliasi untuk mendapatkan keuntungan dari anggota,” kata Brigjen Suheri saat konferensi pers.
Penangkapan orang kaya gila Indonesia: ‘Semakin besar keuntungan, semakin besar risikonya’
Menurut penyelidik dari unit kejahatan dunia maya Indonesia, Kesuma dan Salmanan menerima sekitar 80 persen dari uang yang hilang dari pengguna ketika mereka mendaftar untuk akun perdagangan menggunakan kode afiliasi yang disediakan oleh kedua pria tersebut.
Sebelum penangkapan, Kesuma menarik lebih dari 200.000 anggota ke grup Telegram yang digunakan untuk mendatangkan pengguna baru Binomo, sementara grup Telegram Quotex yang dioperasikan oleh Salmanan memiliki lebih dari 25.000 pengguna.
“Polisi lalai dan lamban dalam menangani ini, meskipun sudah lama ada yang salah dengan Binomo dan aplikasi jahat lainnya,” kata Sitepu, menambahkan bahwa banyak orang sangat rentan selama pandemi karena mereka “keluar dari bekerja atau tidak menghasilkan uang sebanyak biasanya”.
Halaman : 1 2 Selanjutnya