Lintas12.com – RUU KUHP Pertahankan Pasal Pencemaran Nama Baik Presiden.
Pencemaran nama baik terhadap presiden dan wakil presiden merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama empat setengah tahun, menurut RUU KUHP yang diajukan pemerintah kepada DPR, Rabu (6/7/2022).
Bedanya dengan KUHP yang ada, presiden atau wakil presiden harus mengajukan pengaduan tertulis untuk mengajukan perkara pidana terhadap orang yang dianggapnya telah merusak reputasinya dengan tuduhan palsu, menurut Pasal 220 usul perubahan KUHP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan undang-undang yang ada, Polri berwenang mengadili seseorang karena membuat pernyataan yang memfitnah presiden meskipun presiden sendiri tidak melakukan tindakan hukum apa pun. Setiap warga negara juga memiliki kedudukan hukum untuk melaporkan pernyataan fitnah terhadap presiden kepada polisi.
Menurut Pasal 218, pernyataan yang memfitnah presiden dapat berisiko tiga setengah tahun penjara.
Namun, hukuman penjara ditambah satu tahun lagi jika pernyataan fitnah itu disebarkan melalui media sosial.
Pasal 219 RUU tersebut mengatur bahwa barang siapa membuat pernyataan yang mencemarkan nama baik dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, dan/atau video “dengan maksud untuk diumumkan dengan menggunakan teknologi informasi” diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan satu setengah tahun atau denda dalam jumlah tertentu.
Undang-undang yang ada membawa hukuman enam tahun penjara karena menghina presiden.
Edward Hiariej, seorang wakil menteri kehakiman, mengatakan pada hari Rabu bahwa RUU tersebut memiliki perbedaan karena dianggap lebih demokratis daripada undang-undang yang ada terkait dengan pasal pencemaran nama baik.
Ini mengecualikan kritik terhadap para pemimpin negara dari artikel pencemaran nama baik.
“Ada lampiran Pasal 218 (2) tentang penyerangan terhadap kehormatan dan nama baik presiden atau wakil presiden,” kata Edward di gedung DPRD Jakarta Pusat usai menyerahkan RUU tersebut kepada anggota parlemen.
Bagian penjelasan mengatakan orang yang mengkritik atau menyatakan ketidaksetujuan dengan presiden tidak boleh diadili selama “tidak ada kedengkian dan tidak ada niat untuk merugikan kehidupan pribadi presiden atau wakil presiden”.
Albert Aries, juru bicara Kementerian Kehakiman, mengatakan pada hari Rabu pasal-pasal kontroversial dipertahankan dalam RUU tersebut karena presiden dianggap sebagai “yang pertama di antara yang sederajat” yang harus diperlakukan secara berbeda.
Presiden adalah panglima tertinggi militer, kepala negara, kepala pemerintahan, dan kepala korps diplomatik.
KUHP yang ada juga menerapkan perlakuan khusus kepada presiden.
“Misalnya, upaya pembunuhan terhadap presiden dianggap sebagai pengkhianatan,” kata Albert dalam video YouTube.
Pasal-pasal pencemaran nama baik yang diamandemen juga berupaya mencapai kompromi dengan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2006. Pasal-pasal kontroversial tersebut dianggap inkonstitusional karena dapat menjauhkan pemimpin dari kritik, komponen kunci dalam demokrasi yang sehat.
Kepala Menteri Hukum Mahfud MD mengatakan tahun lalu pasal-pasal yang diusulkan tidak dimaksudkan untuk melindungi Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
“Saya pernah bertanya kepada Pak Jokowi dan tanggapannya: ‘Terserah legislatif untuk memutuskan apa yang bermanfaat bagi negara. Bagi saya pribadi, diterima atau tidak itu sama saja. Saya sudah berkali-kali dihina tapi tidak pernah menempuh jalur hukum’,” kata Mahfud.
Lintas 12 – Portal Berita Indonesia tentang: RUU KUHP Pertahankan Pasal Pencemaran Nama Baik Presiden.