Lintas 12 – Monkeypox, saatnya Indonesia meningkatkan kewaspadaan.
Di tengah perjuangan global melawan COVID-19, yang pertama kali terdeteksi di China pada akhir 2019, hampir 80 negara akhir-akhir ini menghadapi tantangan lain — wabah cacar monyet.
Pada 23 Juli 2022, direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan wabah itu sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga 2 Agustus, total 25.436 kasus cacar monyet telah dikonfirmasi di hampir 80 negara.
Infeksi wabah cacar monyet pertama terdeteksi di Inggris pada awal Mei pada individu dengan riwayat perjalanan ke Nigeria, di mana penyakit ini endemik. Kemudian, virus menyebar ke negara-negara Eropa lainnya sebelum pindah ke Amerika Serikat, Kanada, Amerika Selatan, Asia, Afrika, dan Oseania.
Pertama kali diidentifikasi pada monyet pada tahun 1958, penyakit ini ditandai dengan gejala ringan seperti demam, nyeri, dan lesi kulit berisi nanah. Orang cenderung pulih darinya dalam dua hingga empat minggu, menurut WHO.
Virus cacar monyet menyebar melalui kontak fisik yang dekat dan jarang berakibat fatal. Sebagian besar pasien di beberapa negara, termasuk AS, sejauh ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria.
Indonesia sejauh ini melaporkan tidak ada kasus cacar monyet yang dikonfirmasi, meskipun telah mendeteksi beberapa kasus yang dicurigai.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, total ada sembilan terduga cacar monyet yang terdeteksi di Indonesia, tetapi semuanya dinyatakan negatif cacar monyet dan positif cacar.
Namun, sebagai bagian dari upaya pencegahan, Kementerian Kesehatan telah mengaktifkan sistem pengawasan di semua titik masuk ke Indonesia, khususnya bandara.
Dalam sistem surveilans, Dinas Kesehatan Pelabuhan memeriksa suhu tubuh dan indikasi cacar monyet pada semua pelancong yang datang dari negara-negara dengan kasus penularan penyakit zoonosis, kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu. baru-baru ini.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memuji tindakan tersebut, dengan mengatakan upaya pencegahan itu penting, terutama karena hampir semua negara telah melonggarkan aturan perjalanan.
“Misalnya, pemudik asing atau domestik yang masuk ke Indonesia dengan kelainan kulit di tangan atau wajahnya mirip cacar, cacar air, atau herpes harus segera dilaporkan ke pos kesehatan di bandara,” kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 IDI, Profesor Zubairi Djoerban, pada 4 Agustus lalu,
juga mengimbau kepada petugas kesehatan untuk mewaspadai gejala penyakit kulit, seperti gatal-gatal atau bintik-bintik yang bisa mengindikasikan infeksi cacar monyet.
Selain memperkuat pemeriksaan keamanan di bandara, pihak berwenang juga telah menyiapkan laboratorium, fasilitas pelayanan kesehatan, dan penelitian untuk mengantisipasi munculnya penyakit cacar monyet.
Kementerian Kesehatan mengatakan, dua fasilitas laboratorium telah disiapkan untuk melakukan penyelidikan epidemiologi cacar monyet, termasuk melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi virus penyebab penyakit zoonosis.
Laboratorium tersebut adalah Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor (IPB) Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan Laboratorium Penelitian Penyakit Menular Prof. Sri Oemijati di Pusat Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan. di Jakarta.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menginformasikan, pemerintah akan menambah sepuluh laboratorium di lokasi-lokasi strategis untuk mendukung upaya intensif pelacakan penyakit tersebut.
Selain itu, penelitian juga akan menjadi pilar utama pencegahan penyebaran penyakit, termasuk cacar monyet, menurut Kepala Badan Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), NLP Indi Dharmayanti.
“Cacar monyet masih menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat karena informasinya masih beragam. Oleh karena itu, penelitian terkait penyakit ini penting untuk diketahui masyarakat, termasuk gejalanya dan apa saja yang perlu disiapkan,” jelasnya dalam Talk to Scientists ( TTS) webinar tentang “Cacar Monyet, Darurat Kesehatan Global, dan Apa yang Perlu Kita Ketahui?” pada 2 Agustus.
Badan Riset Kesehatan BRIN siap mengidentifikasi virus penyebab dan melakukan penelitian terkait monkeypox untuk memperkuat kesiapan Indonesia jika virus masuk ke Tanah Air.
Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan bahwa anak-anak lebih rentan terhadap virus monkeypox, oleh karena itu, orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut.
Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, sejauh ini belum ada vaksin khusus untuk mencegah cacar monyet. Oleh karena itu, orang tua harus mengajarkan anak-anaknya untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah segala macam penyakit menular.
Sementara itu, Ketua Satgas Cacar IDI Hanny Nilasari mengimbau masyarakat untuk selalu mematuhi PHBS untuk mengurangi risiko penularan penyakit menular seperti cacar monyet.
Selain itu, masyarakat diminta untuk mengikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga kebersihan tangan.
Untuk mencegah terpapar virus monkeypox, masyarakat harus menghindari kontak langsung dengan hewan yang dapat menularkan virus, seperti hewan pengerat, marsupial, dan primata, baik yang sudah mati maupun yang masih hidup, kata Nilasari.
Sementara itu, Ketua Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, sebelumnya meminta warga berperan aktif dalam mencegah penularan wabah cacar monyet.
“Warga harus memiliki pemahaman tentang penyakit ini, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam upaya bersama untuk mencegah penyakit ini,” kata Pane.
Lintas 12 – Portal Berita Indonesia tentang: Monkeypox, saatnya Indonesia meningkatkan kewaspadaan.