Strategi Efektif Pengusaha Muslim Menghadapi Islamofobia di Swedia oleh portal berita LINTAS 12 – LINTAS12.COM melalui kanal Religi.
Di pinggiran ibu kota Swedia, tepatnya di pantai berpasir yang terkena guyuran hujan, Husam El Gomati, seorang pengusaha dari Libya, dengan lembut menaruh tangannya di lengan seorang pemuda yang penuh amarah. Pemuda itu tengah memarahi seorang wanita yang hendak membakar Alquran di tengah pengawasan ketat polisi.
Dengan suara menenangkan, El Gomati berkata, “Kamu benar, kamu benar.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemuda itu memekik pada seorang wanita yang terjebak di balik barisan polisi Swedia. Ia berusaha membujuk wanita tersebut untuk tidak melanjutkan rencana membakar Alquran.
Wanita itu ternyata adalah seorang pengungsi dari Iran. Dalam balutan jaket hitam dan topi bisbol berlogo Coca-Cola yang mencolok, ia menggenggam kitab suci di atas tumpukan kayu yang sedang terbakar. Dengan tertawa, ia menanggapi pria yang memarahinya sambil merobek-robek halaman Alquran dan mencoret-coretinya dengan bolpen.
Dengan gemas, pria tersebut menegaskan bahwa polisi seharusnya tidak hanya diam dan melindungi tindakan penistaan agama. Alih-alih, mereka seharusnya aktif mencegah tindakan kejahatan.
El Gomati berbicara dengan lembut pada pria tersebut dalam bahasa Arab. Setelah yakin situasinya tidak meruncing, pria itu akhirnya meninggalkan lokasi pembakaran Alquran.
El Gomati telah memutuskan untuk turut serta dalam setiap aksi penistaan Alquran. Ia bertekad agar anggota komunitas Muslim tetap tenang saat menghadapi provokasi, dan tidak terjebak dalam narasi Islamofobia.
Beberapa bulan terakhir, komunitas Muslim di Swedia telah dihadapkan pada serangkaian kasus pembakaran Alquran. El Gomati dan beberapa anggota komunitas Muslim lainnya memutuskan untuk memalingkan perhatian dari provokator yang ingin menarik perhatian melalui aksi membakar Alquran. Sebaliknya, mereka fokus pada berdialog dengan ramah bersama media, pengamat, dan pihak kepolisian.
Meskipun kontroversi, pembakaran Alquran sebenarnya diperbolehkan berdasarkan undang-undang kebebasan berbicara di Swedia. Aksi ini telah memicu kemarahan di kalangan negara-negara Muslim, yang menuntut pemerintah Swedia menghentikannya.
Pada bulan Juni, sebuah kasus pembakaran Alquran terjadi di depan sebuah masjid di Stockholm, bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Saat itu, El Gomati bersama beberapa temannya berada di tengah kerumunan yang menyaksikan peristiwa tersebut. Mereka membagikan cokelat mewah kepada kerumunan sambil ramah menyapa dan mengobrol.
Dengan tawa, El Gomati berinteraksi dengan orang-orang yang menyaksikan pembakaran Alquran. Kehangatan obrolan mereka telah mengalihkan perhatian dari retorika provokatif yang dilontarkan oleh pelaku pembakaran Alquran, Salwan Momika, melalui pengeras suara.
“Sulit menolak cokelat,” celetuk El Gomati sambil tersenyum.
El Gomati menjelaskan, “Dengan bersikap baik, saya berhasil meredakan kemarahan beberapa orang yang tadinya marah. Menurut saya, pendekatan ini jauh lebih kuat dan efektif daripada merespons dengan kebencian atau agresivitas.”
Dikutip dari laman Aljazirah pada Selasa (8/8/2023), El Gomati mengakui bahwa menghadiri pembakaran Alquran bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Ia harus mengorbankan waktu liburnya untuk menenangkan orang lain.
El Gomati menegaskan bahwa sikap tenang sangat penting. Beberapa orang, terutama dari kelompok sayap kanan, mungkin akan merasa senang jika melihat respons yang keras.
Menurut El Gomati, minoritas Muslim di Swedia tengah menghadapi tekanan dari berbagai arah. Selain adanya elemen-elemen politik yang memupuk Islamofobia, media-media di Swedia sering kali menampilkan stereotip yang sangat negatif terhadap Muslim. El Gomati juga menyatakan bahwa sebagai masyarakat sekuler, orang Swedia mungkin kesulitan memahami perasaan komunitas agama terkait dengan tindakan penistaan terhadap kitab suci.
“Di negara lain di Eropa, Timur Tengah, atau Amerika Serikat, terdapat pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara individu dan kitab suci mereka, pemahaman ini seringkali sulit dijangkau oleh orang Swedia secara umum,” ujar El Gomati.
Namun, tekanan terhadap komunitas Muslim Swedia juga datang dari Muslim di luar negeri. Banyak teman El Gomati di luar Swedia mengharapkan respons yang lebih keras untuk melawan tindakan penistaan Alquran. Namun, El Gomati memilih jalur dialog dan keramahan.
El Gomati lebih suka mengejar solusi yang melibatkan penggunaan sistem hukum Swedia untuk merubah regulasi terkait larangan penistaan kitab suci. Ia enggan mengambil jalur protes yang keras karena ia tidak ingin keputusan politik dipaksakan. Menurutnya, pendekatan ini jarang berhasil di Swedia karena banyak orang di negara itu khawatir bahwa komunitas Muslim ingin mengubah nilai-nilai masyarakat Swedia dengan melarang pembakaran Alquran.
“Kami hanya ingin mendapatkan tempat kami dan menginginkan nilai-nilai kami dihormati sebagaimana kami menghormati nilai-nilai lain dan kelompok lain dalam masyarakat ini,” tegas El Gomati.
Demikian isi berita seputar Strategi Efektif Pengusaha Muslim Menghadapi Islamofobia di Swedia oleh portal berita LINTAS 12 – LINTAS12.COM melalui kanal Religi.