lintas12.com – Jejak Mahfud MD Sebelum Menjadi Bacapres Pendamping Ganjar dibahas dalam artikel berita ini oleh Portal Berita Indonesia, LINTAS 12 NEWS melalui kanal Politik.
Pemilihan Bacapres yang akan mendampingi calon presiden Ganjar Pranowo dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 telah menemukan sosoknya. Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, telah menyetujui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD), untuk mengisi posisi tersebut.
Megawati mengakui bahwa Mahfud bukanlah sosok asing baginya, karena keduanya pernah bekerja sama di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Megawati memberikan pujian atas kecerdasan Mahfud.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, calon wakil presiden yang dipilih oleh PDIP untuk mendampingi Bapak Ganjar Pranowo adalah Profesor Mahfud MD,” ujar Megawati.
“Pengetahuan beliau di bidang hukum sangat luas dan berpengalaman,” tambah Megawati.
Megawati juga menyoroti pengalaman Mahfud di tiga ranah: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dia juga mencatat bahwa Mahfud dikenal sebagai pendekar hukum dan pembela wong cilik.
Saat ini, Mahfud MD menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhutkan RI) sejak tahun 2019. Namun, selama masa jabatannya, beberapa kontroversi juga melibatkan Mahfud. Apa saja peristiwa tersebut?
Jejak Mahfud MD: Kontroversi Mahfud vs Sri Mulyani Soal Transaksi Janggal
Pertikaian antara Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai transaksi yang mencurigakan mencuat pada April 2023. Sri Mulyani membongkar perbedaan data transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dengan nilai agregat sebesar Rp 349 triliun dibandingkan dengan data yang disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD.
Perbedaan utama terletak pada data transaksi yang mencurigakan yang secara eksklusif terkait dengan pegawai Kementerian Keuangan. Mahfud mengklaim nilainya sekitar Rp 35 triliun, sementara versi Sri Mulyani hanya mencatat Rp 3,3 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa data yang disajikan oleh Mahfud sebenarnya mencakup total transaksi pegawai Kementerian Keuangan, termasuk yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum (APH). Namun, data yang dijelaskan oleh Sri Mulyani hanya mencakup surat yang masuk ke Kementerian Keuangan, sementara surat yang ditujukan ke APH tidak termasuk dalam perhitungan tersebut.
Sri Mulyani menekankan bahwa sebagian besar dari nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 35 triliun itu terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan sebesar Rp 3,3 triliun. Sementara sisanya terkait dengan transaksi perusahaan atau korporasi yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kementerian Keuangan, sebesar Rp 18,7 triliun.
Mahfud mengklaim bahwa permasalahan ini tidak berkaitan dengan perbedaan data, karena sumber datanya sama, yaitu laporan hasil analisis PPATK yang sudah diberikan sejak tahun 2009 kepada Kementerian Keuangan. Namun, ia menilai bahwa data tersebut tidak diperlihatkan dengan benar kepada Sri Mulyani oleh orang-orang di bawahnya, yang akhirnya menyebabkan Sri Mulyani memaparkannya secara tidak akurat.
Mahfud menyoroti empat masalah yang menghambat penyelesaian kasus transaksi janggal ini, termasuk dokumen yang hilang, dokumen yang dipalsukan, kurangnya penanganan kasus pidana, dan tingginya diskresi pejabat.
Jejak Mahfud MD: Sebut PN Jakpus Menciptakan Sensasi Berlebihan
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memenangkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mengakibatkan penundaan Pemilihan Umum 2024 memicu perdebatan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud Mahmodin bahkan menyebut bahwa PN Jakpus menciptakan sensasi berlebihan.
“Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menciptakan sensasi yang berlebihan. Bagaimana mungkin KPU dihukum kalah dalam gugatan perdata oleh sebuah partai?” ujar Mahfud melalui akun Instagram resminya (@mohmahfudmd).
Mahfud melanjutkan, “Keputusan ini salah, secara logika sangat mudah dibantah, tapi keputusan ini bisa menimbulkan kontroversi yang dapat mengganggu konsentrasi. Mungkin ada pihak yang akan mempolitisir keputusan ini seolah-olah benar.”
Halaman : 1 2 Selanjutnya